Siswa SDN 1 Curug Pandeglang Belajar di Sekolah Beralaskan Tanah

BANTEN – Di tengah riuhnya program makan bergizi gratis (MBG) Presiden Prabowo dan program Sekolah Gratis yang digaungkan oleh Gubernur Banten, Andra Soni, siswa SDN 1 Curug, Kecamatan Cibaliung, Kabupaten Pandeglang masih harus belajar di ruang kelas berlantai tanah, tanpa dinding plester, bahkan tanpa sepatu.
Tujuh tahun berlalu sejak pembangunan gedung sekolah mereka terhenti di tengah jalan. Satu bangunan setengah jadi, dengan lantai tanah dan dinding yang belum selesai, menjadi saksi bisu perjuangan 42 siswa kelas 3 dan 5 yang tetap datang ke sekolah, meski kadang hanya beralaskan sandal jepit.
“Banyak siswa yang merasa minder dan enggan masuk kelas karena malu. Bahkan mereka sempat tidak mau masuk saat awal-awal,” kata Iwan Guru SDN 1 Curug, Kamis (07/08/2025).
Lihat juga Warga Mangkubumi Pandeglang Tolak Kiriman Sampah 500 Ton dari Tangerang Selatan
Kondisi semakin parah ketika hujan turun, lantai tanah di ruang kelas menjadi lumpur becek. Saat kemarau datang, debu beterbangan dan menempel di seragam. Tak hanya kenyamanan belajar yang hilang, tetapi juga martabat siswa sebagai generasi penerus.
”Kami mengambil kebijakan khusus yakni memperbolehkan siswa memakai sandal. Selain itu, mereka juga memang ada yang tidak mampu membeli sepatu karena sebagian besar warga di sini hanya bekerja sebagai petani,” katanya.
Pembangunan sekolah yang seharusnya menjadi angin segar bagi warga setempat justru berubah menjadi beban. Gedung baru yang mulai dibangun pada akhir 2017 itu kini mangkrak di tengah jalan dan baru selesai 60 persen.
Masalah utamanya yakni akses jalan yang ekstrem. Toko material terdekat berjarak 8–10 kilometer, dan pengangkutan bahan bangunan kerap terhambat karena jalan berbatu dan licin.
Menurut Iwan, hal ini juga menjadi tantangan bagi para siswa serta para guru saat menuju ke sekolah yang harus melalui akses jalan yang cukup ekstrem dengan kondisi bebatuan dan licin pada saat musim hujan.
Selain tantangan infrastruktur sekolah, siswa juga menghadapi perjalanan sulit. Siswa yang tinggal di seberang Sungai Walungan Curug sering kali tidak bisa masuk sekolah saat hujan deras karena khawatir banjir.
“Kami sangat memaklumi hal tersebut. Saat ini, sebanyak 42 siswa kelas 3 dan 5 menempati dua ruang kelas tersebut,” katanya.
Keluhan ini tidak hanya datang dari siswa, tetapi juga dari orang tua murid. Sehingga pihak sekolah berharap pemerintah dapat segera memberikan solusi permanen, seperti program rehabilitasi, agar para siswa bisa belajar dengan nyaman dan memiliki rasa percaya diri seperti siswa di sekolah lainnya.
“Orang tua protes kenapa anak mereka ditempatkan di ruangan seperti itu. Kami sangat berharap pemerintah dapat segera melanjutkan pembangunan sekolah ini, agar para siswa dapat belajar dengan nyaman,” imbuhnya. (ukt)