Banten

Keberatan Pajaknya Diberikan ke Mantan DPR, Aturan Uang Pensiun Seumur Hidup DPR Digugat

JAKARTA – Aturan tentang pemberian uang pensiun seumur hidup bagi anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI digugat ke Mahkamah Konstitusi (MK) untuk dibatalkan. Ketentuan itu tercantum dalam Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1980 tentang Hak Keuangan Administrasi Pimpinan dan Anggota Lembaga Tinggi Negara.

Related Articles

Permohonan uji materi undang-undang tersebut teregister dengan nomor perkara 176/PUU-XXIII/2025 ini diajukan oleh Lita Linggayani dan Syamsul Jahidin pada 30 September 2025. Lita adalah seorang psikoloh, sedangkan Syamsul adalah mahasiswa.

Dikutip dari lama resmi MK, dalam permohonannya, Lita, sebagai Pemohon I, di samping kedudukannya sebagai warga negara, Lita sebagai Pemohon I yang juga berprofesi sebagai akademisi/praktisi/pengamat kebijakan publik dan juga pembayar pajak tidak rela pajaknya digunakan untuk membayar anggota DPR-RI yang hanya menempati jabatan 5 tahun mendapatkan tunjangan pensiun seumur hidup dan dapat diwariskan.

Baca juga MK Putuskan Pemilu 5 Kotak Diakhiri, Tahun 2029 Pemilu Nasional dan Daerah Dipisah

https://5d13b6af1690c0322b1c5f6b9c13761f.safeframe.googlesyndication.com/safeframe/1-0-45/html/container.html Para pemohon meminta agar DPR dicoret dari kategori lembaga tinggi negara yang berhak atas pensiun. Salah satu pasal yang digugat adalah, Pasal 1 huruf A Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1980 yang hanya menyebut lembaga tinggi negara terdiri dari Dewan Pertimbangan Agung (DPA), Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), dan Mahkamah Agung (MA).

Pemohon juga meminta Pasal 12 ayat (1) tidak lagi memasukkan anggota DPR dalam kategori penerima pensiun lembaga tinggi negara.

Argumentasi para pemohon antara lain membandingkan dengan aturan sejumlah negara, seperti Amerika Serikat. “Anggota Kongres baru bisa mengklaim pensiun pada usia minimal 62 tahun dengan besaran yang dihitung dari rata-rata gaji selama masa jabatan. Tidak ada pensiun seumur hidup otomatis jika hanya menjabat sebentar,” demikian bunyi permohonan uji materi mereka.

Berdasarkan penelusuran, permohonan uji materi Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1980 sebelumnya juga pernah digugat ke MK, pada Maret 2013 oleh I Wayan Dendra yang merupakan anggota DPRD Kabupaten Sidoarjo sebagai pemohon. Dalam permohonannya kala itu, MK diminta menghapus ketentuan Pasal 12 yang mengatur pemberian penisun bagi pimpinan lembaga tinggi negara,, termasuk MPR/DPR. Namun gugatan itu ditolak MK. (red)

Related Articles

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Back to top button