Manajemen Talenta, Mau Ideal atau Transaksional?

Organisasi yang berhasil, secara proaktif dan sistematis mengambil tindakan untuk memastikan bahwa mereka memiliki kemampuan sumber daya manusia untuk memenuhi persyaratan melaksanakan pekerjaan (tugas-tugas) mereka saat ini dan di masa mendatang.
__ Lance A Berger & Associates, Ltd___
Dalam buku The Talent Management, Lance mengungkap organisasi-organisasi yang berhasil itu telah menjadikan manajemen bakat atau talent management alias manajemen talenta sebagai kekuatan penting dalam upaya mereka untuk mencapai keunggulan.

Manajemen talenta sebagai satu mekanisme rekrutmen dan penempatan pejabat kerap disebut-sebut para pejabat, baik nasional maupun di daerah. Menteri, kepala badan pegawai nasional, gubernur hingga bupati/walikota sampai setingkat eselon II di daerah pun tak mau ketinggalan turut meramaikan dengung per-talentaan-itu.
Sejumlah kepala daerah, termasuk Gubernur Banten Andra Soni, gembar-gembor mau menerapkan manajemen talenta dalam rekrutmen pejabat untuk mengisi jabatan di berbagai organisasi perangkat daerah (OPD) yang akan membantunya lima tahun ke depan.
Salah satu yang dijadikan alasan mendesak diterapkannya manajemen talenta adalah sebagai pelaksanaan dari merit sistem demi terwujudnya right people in the right place, kata kerennya. Tapi, saya curiga, lagu lama berjudul manajemen talenta ini didendangkan sekadar untuk memoles buruk rupa proses rekrutmen dan penempatan pejabat struktural di pemerintahan baik pusat maupun daerah, yang kelak pada praktiknya sama saja, akan ada prinsip koncoisme, nepotisme, dan kapital-isme. Teman dekat, family dekat, teman atau kolega satu daerah, kolega satu partai politik tetap jadi priotritas, yang bertalenta, berpotensi tapi tak penuhi tri-isme itu, minggir dulu. Boleh kan saya 99% curiga?
Manajemen talenta menjadi hanya manajemen prosedural tanpa mementingkan manajemen substantive yang menjadi tujuan konsep ini. Semata karena ada kepentingan tri-isme yang ingin diakomodir, tapi tak mau tampak kentara betul “ada mainnya.”
Menjadi prosedural karena semata menggugurkan kewajiban untuk menerapkannya, yang seolah-olah sesuai dengan tujuan dan prinsip manajemen talenta. Kalau menilik tujuan ideal sebagaimana dirancang dalam Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Republik Indonesia Nomor 3 Tahun 2020 tentang Manajemen Talenta Aparatur Sipil Negara, terlihat mulia sekali tujuan diselenggarakannya Manajemen Talenta.

Kata Menteri dalam peraturan itu bahwa Manajemen Talenta ASN bertujuan untuk: (a) meningkatkan pencapaian tujuan strategis pembangunan nasional dan peningkatan kualitas pelayanan public (b) menemukan dan mempersiapkan talenta terbaik untuk mengisi posisi kunci sebagai pemimpin masa depan (future leaders) dan posisi yang mendukung urusan inti organisasi (core business) dalam rangka optimalisasi pencapaian tujuan organisasi dan akselerasi pembangunan nasional, (c) mendorong peningkatan profesionalisme jabatan, kompetensi dan kinerja talenta, serta memberikan kejelasan dan kepastian karier talenta dalam rangka akselerasi pengembangan karier yang berkesinambungan. (d) mewujudkan rencana suksesi (succession planning) yang objektif, terencana, terbuka, tepat waktu, dan akuntabel sehingga dapat memperkuat dan mengakselerasi penerapan Sistem Merit pada Instansi Pemerintah, (e) memastikan tersedianya pasokan talenta untuk menyelaraskan ASN yang tepat dengan jabatan yang tepat pada waktu yang tepat berdasarkan tujuan strategis, misi dan visi organisasi, (f) menyeimbangkan antara pengembangan karier ASN dan kebutuhan instansi.
Predictable Process, Unpredictable Result
Proses yang terpediksi, hasil yang tak terprediksi, artinya proses dan tahapannya jelas diketahui dan hasilnya tidak dapat kita prediksi atau ketahui sebelumnya. Istilah ini sering digunakan dalam proses penyelenggaraan pemilihan umum (pemilu), sebagai salah satu tolok ukur pemilu demokratis. Istilah sebaliknya Predictable Result, Unpredictable Process (hasil terprediksi, proses tak terprediksi) artinya hasilnya sudah bisa diprediksi dan diketahui namun prosesnya tidak diketahui atau bahkan sebelum proses itu dimulai hasilnya sudah bisa kita prediksi.
Jika serius mau menjalankan Manajemen Talenta ASN, wajib melaksanakan alur mulai dari akuisisi talenta, pengembangan talenta, retensi talenta, penempatan talenta, serta pemantauan dan evaluasi. Bukan ujug-ujug seselon II atau suddenly Sekda (sekretaris daerah).
Prinsip predictable process, unpredictable result mestinya juga dijalankan dalam pelaksanaan manajemen talenta untuk pengisian jabatan di instansi pemerintah. Prinsip ini sejalan dengan prinsip manajemen talenta yaitu objektif, terencana, terbuka, tepat waktu, akuntabel, bebas dari intervensi politik, serta bersih dari praktik korupsi, kolusi dan nepotisme.
Manajemen talenta dilaksanakan berdasar sistem merit dengan prinsip objektif, terencana, terbuka, tepat waktu, akuntabel, bebas dari intervensi politik, serta bersih dari praktik korupsi, kolusi dan nepotisme.
Objektif, dalam ketentuan itu berarti bahwa proses dalam Manajemen Talenta ASN sesuai dengan keadaan yang sebenarnya tanpa dipengaruhi oleh pandangan atau penilaian subjektif pribadi.
Terencana adalah mempersiapkan suksesor pada masing-masing jabatan target yang akan lowong dalam perencanaan dan persiapan pada tahun sebelumnya secara sistematis dan terstruktur sesuai target.
Terbuka yaitu informasi Manajemen Talenta ASN yang meliputi tahapan pelaksanaan, kriteria dan informasi penetapan talenta dapat diakses oleh seluruh Pegawai ASN.
Tepat waktu mengharuskan jabatan target dalam Manajemen Talenta ASN yang lowong dapat segera diisi oleh suksesor sehingga tidak terdapat jabatan lowong dalam waktu lama dan menjamin persediaan talenta dalam pengisian jabatan target.
Akuntabel artinya bahwa Manajemen Talenta ASN dilakukan sesuai standar/pedoman yang berlaku dan dapat dipertanggungjawabkan yang bebas dari intervensi politik dan bersih dari praktik korupsi, kolusi dan nepotisme.
Syarat kompetensi bagi para calon pejabat atau calon talenta setidakny amensyaratkan tiga kompetensi wajib, yaitu kompetensi teknis yang mecakup pengetahuan, keterampilan, dan sikap/perilaku yang dapat diamati, diukur dan dikembangkan yang spesifik berkaitan dengan bidang teknis jabatan. Lalu, kompetensi manajerial meliputi pengetahuan, keterampilan, dan sikap/perilaku yang dapat diamati, diukur, dikembangkan untuk memimpin dan/atau mengelola unit organisasi dan terkahir adalah kompetensi sosial kultural yang didalamnya adalah pengetahuan, keterampilan, dan sikap/perilaku yang dapat diamati, diukur, dan dikembangkan terkait dengan pengalaman berinteraksi dengan masyarakat majemuk dalam hal agama, suku dan budaya, perilaku, wawasan kebangsaan, etika, nilai-nilai, moral, emosi dan prinsip, yang harus dipenuhi oleh setiap pemegang jabatan untuk memperoleh hasil kerja sesuai dengan peran, fungsi dan Jabatan.
Manajemen Talenta di Banten
Provinsi Banten telah memiliki regulasi tentang manajemen talenta yakni, Perturan Gubuernur Banten Nomor 49 Tahun 2021 tentang Manajemen Talenta Pegawai Negeri Sipil di Lingkungan Pemprov Banten yang diterbitkan pada masa Gubernur Wahidin Halim. Namun, regulasinya tampaknya tak berguna. Penempatan pejabat tidak sesuai dengan kompetensi, baik dari latar pendidikan maupun keahlian. Contoh saja, pegawai atau calon pejabat dengan latar pendidikan guru menempati posisi jabatan di dinas pendapatan, sementara ada calon pejabat yang berlata ekonomi bahkan akuntansi malah ditempatkan di bidang pertanian atau pekerjaan umum.
Prinsip-prinsip manajemen telanta pun tak tampak sama sekali menjadi landasan pengisian jabatan. Pernah dilaksanakan program assessment pegawai di Gedung PPSDM Kemendagri, Jatinagor, Sumedang, Jawa Barat, tapi hasilnya tak jelas. Menguap belaka. Para pejabat yang dipilih pun seada-adanya, semau-muanya pimpinan kala itu.
Pada awal kepeimpinan Gubernur Banten Andra Soni, manajemen talenta kembali digembar-gemborkan seperti hendak serius melaksanakannya. “Karena kita menggunakan manajemen talenta, maka regulasi atau perangkatnya harus disempurnakan dan dipercepat,” ujar Andra Soni mengutip pernyataannya di Detik.com (19/05/2025).
Pernyataan ini disampaikan Andra Soni saat sedang berlangsung seleksi calon Sekretaris Daerah (Sekda) Banten. Kala itu, calon-calon Sekda Banten berasalal dari kalangan internal Pemprov Banten yang proses seleksinya juga tidak transparan. Tidak seluruh tahapan dibuka ke publik, baik proses apalagi hasilnya. Dilalah terpilihnya nama Deden Apriandi sebagai Sekda Banten. Deden diketahui menjabat sebagai Sekretaris DPRD Banten saat Andra Soni menjabat Ketua DPRD dan ketika Deden mencalonkan sebagai Sekda.
Dari fakta di atas sulit bagi publik, setidaknya bagi penulis untuk megesampingkan dugaan adanya konflik kepentingan antara Andra dan Deden pada saat proses seleksi. Bagaimanapun posisi Gubernur sebagai user tetap memiliki “prerogratif” untuk ikut menentukan Sekda yang akan mendampingi selama masa jabatannya.
Salah satu kelemahan tidak bejalannya manajemen talenta adalah minimnya kemauan politik pemimpin dalam penerapannya. Kalau coba diterapkan tampak semata lips service saja, ujung-ujungnya koncoisme lagi.
Kamauan politik pimpinan lemah karena ada tarik menarik kepentingan atas posisi jabatan-jabatan tertentu, sehingga dilema bagi pimpinan untuk menerapkan manajemen talenta. Akhirnya, dilema pimpinan dala penetapan manajemen talenta adalah petaka bagi perjalanan pemerintahan lima tahun ke depan. (**)